Rabu, 24 Juni 2015

Gunung Munara

Bogor memang tidak asing lagi dengan keberadaan gunung. Gunung Salak sudah menjadi landmark bagi kota ini. Juga keberadaan Gunung Gede Pangrango yang terlihat jelas dari pusat kota. Bahkan bila keadaan cuaca mendukung, dari beberapa titik kita akan bisa melihat jejeran gunung dan perbukitan mengelilingi Bogor. Namun saat mendengar dari mulut kawan saya mengenai nama Gunung Munara, telinga saya langsung berdiri. Terutama mendengar keberadaan situs-situs yang ada disana. Hmmmm...harus saya datangi lokasi itu, pikir saya saat itu juga. Langsung saya tanyakan mengenai informasi mengenai gunung itu. Dan
tanpa pikir panjang, saya langkahkan kaki menuju kesana.

Berlokasi di daerah Kampung Sawah, Rumpin Kabupaten Bogor, lokasi gunung ini sebenarnya tidaklah terlalu sulit untuk dicari. Dari arah Bogor saya arahkan kendaraan menuju Ciseeng, dan sesampainya diperempatan, saya ambil jalur ke kiri menuju kearah Rumpin. Jangan malu untuk bertanya bila sudah mulai dilanda keraguan, dan masyarakat disana dengan senang hati akan memberikan arah menuju Gunung Munara.


Sesampainya didesa terakhir, parkiran khusus mobil serta motor sudah tersedia dengan cukup baik, demikian juga dengan keberadaan kamar mandi, Mushola serta warung-warung tempat kita bisa menghilangkan penat sepanjang jalan tadi, sekedar untuk mempersiapkan diri melakukan pendakian. Menurut warga sekitar, kawasan ini sudah mulai banyak dikenal oleh masyarakat, baik yang melakukan pendakian satu hari, maupun yang bermalam diatas. Dan pengelolaan sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar, dengan tiket masuk Rp 5,000 per orang, serta wajib mencatatkan nama di buku tamu yang disediakan, kita sudah bisa masuk ke areal gunung. 

Seperti halnya gunung-gunung lain, jalur menanjak sudah terpapar didepan mata sejak saya menyeberangi sungai melalu sebuah jembatan bambu yang bentuknya cukup menarik perhatian saya, walau sebenarnya terlihat biasa saja. Memasuki areal hutan bambu, lalu diikuti dengan berbagai macam tumbuhan yang ada disana. Yang menarik perhatian saya, banyaknya ditemukan pohon durian disana. Apakah durian parung yang banyak ditemukan dijual disepanjang jalan raya parung saat musimnya tiba itu juga sebagian berasal dari tempat ini? ataukah ada penamaan durian rumpin sendiri yang selama ini belum saya kenal ? Sayang, saat itu bukan musim bagi buah yang terkenal sangat lezat ini. Terbayang seandainya pendakian ini saya lakukan saat sedang musim durian. 

Perjalanan sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Memang jalan mendaki sudah menjadi jalur yang sewajarnya bila kita ingin mendaki gunung. Namun jalur bukanlah sesuatu yang teramat sukar. Bagi saya, siapa saja bisa naik ke gunung ini. Mungkin berbekal sepatu yang tidak licin atau menggunakan sandal gunung lebih disarankan untuk ke tempat ini. Dikhawatirkan bila hujan datang sebelum kita kesini, menyebabkan jalan akan cukup licin dan becek. Hampir sekitar 200 m sekali, kita akan menemukan warung yang menjajakan berbagai minuman serta makanan. Jadi bila kita lupa membawa bekal, jangan takut kelaparan dan kehausan di lokasi ini. Keberadaan warung ini juga menjadi semacam godaan bagi kita, hasrat untuk duduk dan beristirahat bisa muncul kapan saja, saat melihat bangku kayu dan minuman dingin dihadapan kita.



Setelah lepas dari pos 3 ada satu tempat yang bertuliskan Situs Keramat Gunung Munara Gadogan Kuda. Bukannya tidak tertarik dengan tempat itu, tapi saya berniat untuk sampai ke puncak dulu, baru saya akan susuri berbagai tempat yang ada di lokasi ini. Perjalanan saya lanjutkan, dan akhirnya sampai pada lokasi dimana cukup banyak orang berkumpul. Ditandai kembali dengan keberadaan sebuah warung, saya tiba di di bawah puncak Batu Beulah. Terlihat ada sebuah batu besar dengan ketinggian lumayan buat saya yang mempunyai penyakit terhadap ketinggian. Awalnya saya mengira itulah puncak dari Gunung Munara ini. Namun berdasarkan informasi puncak gunnung ini masih harus ditempuh beberapa saat lagi. Langsung saya kemasi barang dan menuju ke tempat yang dituju. Tidak lama berselang sampailah saya di lokasi yang dimaksud. Disana saya bertemu dengan seorang pemuda, Kang Irman, sebut saja demikian. Kami sempat bertemu disekitar pos 2 tadi. Setelah berbincang-bincang, ternyata dia adalah anak salah satu juru kunci gunung ini. Tanpa pikir panjang, saya minta dia menemani saya sampai nanti turun kebawah. Tentunya saya bisa berbincang banyak dengannya disepanjang perjalanan. Dari informasi yang keluar dari mulutnya puncak ini sering dinamakan puncak 1, yang terdiri dari dua batu dengan posisi terpisah. Yang sebelah kiri sering disebut Batu Bintang dan yang kanan Batu Bangkong. Dan menarik bagi saya, terdapat sekawanan monyet di ujung batu itu. Dan menurutnya, gunung ini memang masih menjadi habitat bagi para monyet ini. Kang Irman pun tidak enggan memperlihatkan pada saya bagaimana meloncat dari puncak batu ke batu yang lain. Cukup mendebarkan bagi saya, salah sedikit pasti fatal akibatnya. Dia menawarkan pada saya untuk mencoba...hhhmmm...besok-besok aja lah Kang, jawab saya.

Setelah dirasa cukup menikmati pemandangan yang indah dari atas puncak, serta beristirahat disana, kami putuskan untuk kembali kebawah. Tentunya kali ini tidak langsung menuju ke desa terakhir, tapi Kang Irman sudah berjanji pada saya untuk mendatangi beberapa situs yang ada di Gunung Munara ini. Dan benar saja, tidak lama berselang, dengan lokasi yang memang agak keluar dari jalur pendakian tadi, berdiri kokoh dengan ketinggian yang lumayan membuat lutut bergetar, terpampang dihadapan saya Batu Adzan. Menurut Kang Irman, dahulunya Sultan Hasanudin dari Banten menggunakan batu ini bila sedang mengumandang adzan. Demikian juga para pengikut dan murid beliau selalu menggunakan batu ini bila memang waktu sholat sudah akan tiba. Sangat menarik lokasi ini, ditambah cerita yang saya dengar langsung. Ditengah rimbunan pohon serta berada disekitar celah batu, berdiri kokoh batu ini, tegak berdiri entah sudah berapa lama, disertai kisah yang teramat menarik bagi saya untuk dilewati, dan tentunya bila tidak disertai Kang Irman, lokasi ini pasti akan terlewati oleh saya.


Kembali Kang Irman mengajakku untuk mendatangi tempat lain. Dan ini cukup mengagetkan saya. Ternyata di gunung ini terdapat goa tempat pertapaan presiden pertama negara ini, Bung Karno. Bertuliskan Situs Keramat Gunung Munara Goa Petapaan Ir Soekarno Presiden RI ke- 1 Wuihh..luar biasa..beliau yang memang mempunyai kegemaran untuk melakukan tirakatan, ternyata juga memilih lokasi ini sebagai tempat untuk menyepi, mendekatkan diri pada penciptanya. Juga terletak tidak berada di jalur, lokasi ini agak tersembunyi letaknya. Kita harus agak naik melalui akar-akar pohon yang tumbuh malang melintang. Tapi kesulitan menuju lokasi itu terbayarkan dengan melihat situs ini secara langsung. Dan bagi saya, pasti ada alasan yang kuat bagi Bung Karno bila memilih suatu tempat, entah untuk tempat tinggalnya, maupun tempat yang dipilihnya untuk menyepi, menjauh dari keramaian yang ada. Dan gunung ini merupakan salah satunya. Dan ternyata...tidak berhenti disini, lebih masuk lagi kedalam, kembali terdapat situs yang letaknya cukup terpencil. Situs Keramat Gunung Munara Batu Qur'an.  Berupa Batu besar yang mempunyai bagian yang sedikit menonjol keluar, seperti layaknya tempat untuk duduk. Seakan terjepit diantara celah bebatuan besar yang terdapat disekitarnya, lokasi ini sangat menjanjikan suasana yang begitu tenang. Konon di lokasi ini Sultan Hasanudin kerap membaca Kitab Suci Al Qur'an dihadapan pengikut serta murid-muridnya. Dan ditengah suasana panas yang saya rasakan sejak menjejakkan kaki di gunung ini, saat kita duduk dibatu itu, udara sangat sejuk, dingin malah yang saya rasakan. Luar biasa tempat ini bagi saya. Cukup lama kami berbincang disana sambil menikmati kesejukan yang kami rasakan.


Dari sana perjalanan kami lanjutkan, dan kembali kami tiba disebuah goa yang berada dekat dengan jalur pendakian. Berbentuk dari batu yang sangat besar dan diatasnya tertutup oleh pohon serta tumbuhan yang tumbuh subur diatasnya. Dan didalam goa tersebut terdapat dua situ yang dikeramatkan. Yang pertama berlokasi agak lebih dibagian luar bertuliskan, Situs Sejarah Tapak Tongkat Sultan Hasanudin Banten. Dan tampak disekitar tulisan itu terdapat beberapa lubang yang jumlahnya cukup banyak, dengan kedalaman yang cukup dalam. Memang bentuk lubangnya terlihat seperti bila kita menusuk tanah dengan tongkat kayu, namun ini terdapat di batu yang sangat keras..hmmmm...Dan terletak bersebelahan, dengan lokasi yang lebih temaram karena memang berbentuk seperti goa, terdapat situs yang bertuliskan Goa "Tawasul Patilasan" Sultan Maulana Hasanudin Banten bin Syekh Syarief Hidayatulloh (Sultan Gunung Jati). Di lokasi ini dipercaya oleh masyarakat sekitar dulunya digunakan oleh Sultan Hasanudin untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Dan di lokasi ini, menurut Kang Irman masih sering digunakan oleh masyarakat sebagai tempat untuk melakukan ritual.


Kemudian saya kembali ditunjukkan sesuatu yang seakan menjadi salah satu peninggalan yang cukup terkenal di lokasi ini. Namanya Tapak Kabayan. Berbentuk suatu cekungan batu yang memang bisa dikatakan berbentuk hampir menyerupai tapak manusia, namun memiliki ukuran yang sangat besar. Berisi genangan air yang memang tidak bisa dihindari untuk mengisi cekungan ini. Kang Irman pun hanya bisa tersenyum saat saya tanyakan asal mula penamaan batu ini. Hanya mitos saja, demikian yang keluar dari mulutnya. Mitos selalu saja menarik, pikir saya.

Akhirnya kami kembali sampai ke Bukit Beulah. Kang Irman langsung mengajak saya untuk menaiki bukit yang pada saat perjalanan naik saya kira sebagai puncak Gunung Munara ini. Butuh waktu bagi saya untuk segera mengiyakan ajakannya. Jalur naik yang membuat nyali saya cukup ciut dikarenakan penyakit ketinggian membuat saya menunda sejenak keinginan untuk melihat panorama alam dari atas sana. Akhirnya, hasrat itu mngalahkan ketakutan saya, saya putuskan untuk memberanikan diri, mengambil resiko demi keinginan yang harus saya tuntaskan. Dengan tali yang sudah terpasang disana, saya langkahkan kaki satu demi satu. Dan akhirnya sampai saya diatas sana, dan benar saja, pemandangan begitu indah, begitu lepas, sejauh mata memandang, hamparan pepohonan hijau, sebuah bukit batu dan juga pesawahan yang akan memanjakan mata kita. Cukup lama kami berdiam diatas sana. Dan tampak rombongan lain berada di puncak batu yang lain. Mereka berda di puncak batu yang berbeda dengan tempat kami berada. Itu kenapa puncak ini dinamakan Batu Beulah, karena dari bawah terlihat batu ini seakan terbelah.



Setelah puas menikmati keindahan alam, kami kembali melanjutkan perjalanan untuk menuju ke desa terakhir. Dan didalam perjalanan pulang kami sempatkan menuju lokasi dimana tepat berada didasar  Batu Beulah tadi. Mirip menyerupai sebuah jalan kecil atau gang dan kanan kirinya berdiri kokoh tebing batu yang menjulang tinggi. Pemandangan yang luar biasa bagi saya, udara lembab segera saya rasakan, karena memang cahaya matahari hanya bisa masuk melalui celah batu diatas yang jaraknya pun cukup tinggi. Tempat ini walau agak menyimpang dari jalur pendakian, namun hampir selalu menarik para pendaki untuk mampir, masuk diantara dua celah itu, sekedar berfoto ataupun menikmati sensasi yang ada.

Tidak lama setelah perjalanan dilanjutkan, Kang Irman menunjukkan suatu tempat, terletak juga diatas bukit batu yang tidak terlalu tinggi dan tumbuh pohon besar disana. Untuk mencapai tempat itu kita harus naik keatas, memanfaatkan akar-akar pohon yang tumbuh disana. Sebuah kolam berukuran tidak terlalu besar, dan dikenal dengan nama Taman Kejayaan. Tidak cukup banyak informasi yang saya peroleh mengenai tempat ini. Air yang terlihat didalam kolam itu memang berwarna hijau, namun sepertinya itu pengaruh lumut yang tumbuh didalam kolam. Dan itu memang dibuktikan setelah air diambil dalam suatu wadah, air terlihat sangat bening.

Akhirnya kami sampai ke tempat dimana saat pendakian naik tadi saya lewatkan terlebih dahulu. Tertulis Situs Keramat Gunung Munara Gadogan Kuda Sultan Maulana Hasanudin Banten bin Syekh Syarief Hidayatulloh Sunan Gunung Jati. Merupakan tempat yang dipercaya sebagai tempat Sultan Hasanudin menambatkan kudanya saat beliau mengunjungi gunung ini. Terlihat sebuah batu besar tempat tulisan itu berada, terlindung dengan sangat sempurna beratapkan batu yang ukurannya jauh lebih besar lagi. Terlihat saling menumpang dan membentuk cerukan gua di lokasi ini, yang niscaya akan melindungi dari panas maupun hujan.

 Dan akhirnya setelah beberapa saat, sampailah kami di desa terakhir dan langsung dipersilahkan untuk mampir ke rumah Kang Irman. Kepulan asap kopi dan pisang yang dihidangkan segera menghilangkan rasa lelah selama perjalanan. Dari informasi yang saya terima dari ibu Kang Irman, ketika saya tanyakan mengenai sumber air didesa ini, ternyata memang desa ini agak kesulitan mengenai sumber air bersih. Memang jika melihat kondisi alam Gunung Munara ini yang merupakan perbukitan batu, tentunya tidak mudah menemukan sumber air bersih, walaupun terdapat sungai disana. Yang agak mengejutkan bagi saya, ternyata hampir semua rumah disini mencoba untuk menggali sumur, dan hampir semua air yang ditemukan mengandung zat besi yang membahayakan bagi kesehatan. Hanya ada satu rumah yang berhasil menggali sumur dan menemukan air bersih yang layak. Sehingga sampai sekarang semua rumah didesa ini memanfaatkan kebaikan hati sang pemilik sumur untuk mendapatkan air bersih. Kebaikan hati, keikhlasan dan rasa saling membantu telah menyelamatkan kehidupan di kaki Gunung Munara ini.

Kunjungan kali ini benar-benar semakin menambah kaya wawasan mengenai tempat-tempat menarik disekitaran Bogor Raya. Tanpa bermaksud mencari tahu tentang keberadaan semua situs yang ada di Gunung Munara ini, paling tidak tempat ini sangat dimitoskan menjadi petilasan dari dua orang besar yang pernah hidup sebelum masa kini, Sultan Hasanudin dari Banten serta presiden pertama sekaligus pendiri negara ini Bung Karno. Walaupun memang sekedar mitos, tanpa ada yang bisa membuktikannya secara nyata, namun mitos tetaplah mitos.Bukankah hal yang berbau mitos memang jauh menarik dinegara ini, melebih sesuatu yang malah merupakan fakta sesungguhnya, Jadi biarlah mitos ini tetaplah menjadi mitos yang kemudian semakin melegenda dan tetap akan menjadi suatu misteri.




















3 komentar: