Rabu, 25 November 2015

Bukit Kapur Ciampea

Bogor bagian barat selalu saja menarik perhatian saya. Menginjakkan kaki disana selalu membawa angan saya terbang entah kemana, memunculkan banyak pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah bisa dijawab. Seperti halnya bukit kapur ini, yang berdiri gagah disisi jalan menuju kearah leuwiliang. Sangat mudah untuk ditemui, sangat mudah untuk dapat dilihat keberadaannya, karena bila menuju ke arah leuwiliang, selepas kampus ipb dramaga, mustahil kita
tidak melihat keberadaan bukit ini.
Dan mungkin ini salah satu lokasi yang saya tulis, sementara saya belum menginjakkan kaki disana. Dari kejauhan saya coba untuk menikmati keindahannya, mengambil gambar semampu yang saya bisa.
Setelah kunjungan ke daerah ciaruteun, hari sudah mulai menginjak sore hari, dan saya parkirkan kendaraan di sekitar terminal ciampea yang bergabung dengan pasar, lalu saya langkahkan kaki dengan kamera setia menemani saya.
Bagi saya, ukuran bukit kapur ini cukup besar bila hanya sekedar menjadi latar belakang bagi keriuhan yang ada dipasar maupun terminal. Entah mengapa, besar keyakinan saya, dilokasi ini pasti terdapat entah apapun itu yang bisa menjadi suatu tanda kebesaran di masa lampau. Dan ingatan saya  terbang saat berkunjung ke Museum Pasir Angin yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari bukit ini, bahwa ada beberapa arca yang berada di museum itu yang berasal dari bukit kapur Ciampea ini. Yang dipindahkan karena khawatir akan rusak.


Saya langkahkan kaki menuju ke pojok pasar, dimana sudah tidak ada jalan lagi. Seperti halnya pasar-pasar yang lain, pojok pasar merupakan tempat yang paling sepi dan merupakan lokasi tempat pembuangan sampah sementara. Mata saya langsung disuguhkan dengan gunungan sampah yang bertaburan dimana-mana, namun yang sangat mengagetkan saya, di lokasi pembuangan sampah itu, tanpa saya duga, saya menemukan segerombolan monyet sedang mencari makanan disana. Bukan jumlah yang sedikit, banyak..bahkan sangat banyak untuk ukuran pasar yang nota bene menjadi tempat keramainan. Saya tidak berani lagi maju lebih dekat, konyol rasanya bila monyet sebanyak itu mengeroyok saya. Tidak terlalu jauh, saya temukan ada kios pembuatan arang, dan seorang laki paruh baya, sebut saja pak tarman sedang bekerja disana. Sambil sekedar menawarkan kopi, saya ikut duduk disana. Menurut beliau, monyet-monyet itu berasal dari hutan di sekitar bukit kapur yang mencari makan di pasar ini, dan biasanya terjadi sekitar pukul dimana saya berada sekarang, dan suasana pasar sudah tidak terlalu ramai. Menurutnya, warga disini tidak ada yang berani mengganggu keberadaan monyet-monyet itu. Dan sebaliknya, monyet-monyet itu pun tidak pernah masuk ke salah satu kios untuk mengambil makanan dari sana. "Seperti ada saling pengertian lah ,kang," ujarnya. Saya pun tersenyum.
Setelah puas berbincang, kembali saya puaskan pandangan saya kearah tingkah polah monyet-monyet itu. Dan, sesekali terdengar suara seperti ledakan dinamit dari arah bukit. Kata Pak Tarman, itu kalau tidak tentara yang sedang berlatih, ya pengeboman untuk menambang kapur. Saya hanya berpikir, apakah kurang arca penemuan di bukit ini untuk menjaga keberadaan bukit kapur Ciampea ini dari kerusakan yang lebih parah ? Apakah tidak ada usaha lebih dari badan yang terkait untuk lebih menggali lagi tentang keberadaan bukit kapur ini ?
Beribu pertanyaan muncul begitu saja dibenak saya, saya langkahkan kaki menuju parkiran, karena hari sudah semakin gelap, sambil berjanji, suatu saat saya harus menginjakkan kaki ke atas bukit itu untuk melengkapi rasa keingintahuan saya mengenai keberadaan Bukit Kapur Ciampea ini.

















2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Amazing! Its in fact amazing post, I have got much clear idea regarding from this post.

    BalasHapus