Kamis, 14 Februari 2013

swimming pool Batutulis kini..

Memang harus saya akui, kolam renang ini pada jaman dahulupun bukanlah merupakan tempat yang populer dikalangan masyarakat kota Bogor. Apalagi saat ini, saat kolam renang itu sudah lama tidak beroperasi lagi. "batutulis?ada kolam renang?dimana?"demikian rata-rata beberapa orang yang saya tanyakan tentang keberadaan kolam renang ini, sekedar bermaksud mengingatkan mereka akan tempat ini. Tetapi tempat ini bagi saya menyimpan kenangan masa kecil yang tidak mungkin saya lupakan, karena memang jaraknya dari rumah saya
yang tidak terlalu jauh dan biaya masuknya pun relatif lebih murah dibandingkan kolam renang lain pada masa itu.Tapi bagi yang bertempat tinggal di sekitar batutulis dan sukasari pastilah pernah bermain ataupun minimal mendengar kolam renang ini, terutama mereka yang bersekolah didaerah dekat sini. Kalau kita sudah melewati lokasi prasasti batutulis, terus saja sampai bertemu perempatan jl Pahlawan, kemudian berbelok ke kanan kearah jl Batutulis, mengarah ke jl Siliwangi.Setelah melewati rumah duka Sinar Kasih akan bertemu pertigaan kecil,kalau masyarakat sekitar daerah sekitar akan menyebutnya NV Sidik. Lokasi kolam renang ini ada diujung jalan sebelah kiri, dimana dulunya di ujung jalan terdapat pabrik pembuatan pasta gigi.
Saat saya mencoba kembali mencari jejak kenangan masa kecilpun, saya tidak yakin dengan keberadaan kolam renang ini lagi. Tetapi mata saya dibuat terbelalak, ternyata kolam renang ini masih menyisakan sisa-sisa kejayaan masa lalunya. Disambut oleh satpam pabrik yang ternyata sudah berubah menjadi pabrik komponen aki, saya kemudian memarkir mobil dihalaman tempat itu. Sebuah tembok batu kokoh langsung menyambut saya, dengan sisa-sisa tulisan dimasa lalu..SWIMMING POO..BATU...demikian sisa tulisan yang masih bisa saya nikmati, masih lengkap dengan dua buah jendela berteralis,tempat membeli tiket, persis seperti bayangan saya tentang tempat ini. Hanya saja, dulu sebelum sampai ke lokasi tiket, kita harus menyeberangi jembatan besi kesana. Sayang,jembatan besi itu sudah lenyap.
Tanpa ragu saya langkahkan kaki, kembali kenangan saya terbang ke masa dimana tempat itu riuh rendah dengan teriakan anak-anak, suara kecipak air, serta teriakan orang tua yang meminta anak-anaknya berhati-hati atau bahkan meminta mereka untuk berhenti bermain, karena kulit yang sudah mengeriput dan bibir yang sudah mulai membiru.Pemandangan layaknya kebun langsung terpampang dimata saya. Dan yang menarik perhatian, ada rumah disana, dan bila dari keberadaannya, rumah ini masih ditempati. Karena merasa masih ada yang tinggal disini, saya ucapkan salam terlebih dahulu. Beberapa saat tidak ada sahutan, sampai akhirnya ada jawaban dari arah dalam. Seorang lelaki yang sudah cukup berumur, perkiraan saya mungkin diatas setengah abad umurnya. Setelah bercakap-cakap sekedar memperkenalkan diri dan menceritakan apa maksud saya datang ke tempat ini, sang bapak tampak tidak keberatan menyambut kedatangan saya. pak Nurholiq,demikian namanya, langsung mengajak saya berkeliling tempat ini, menunjukkan sisa-sisa yang masih bisa saya lihat. Sambil berkeliling beliau menceritakan, bahwa memang beliau diminta untuk tetap menjaga tanah ini oleh sang pemilik terakhir yang bertempat tinggal di Jakarta. "Sudah 3 kali berganti pemilik tempat ini,"kisahnya. Beliau mulai bekerja di kolam renang ini sejak tahun 1978.
Tampak bekas kolam renang anak-anak, tempat saya bermain dulu saat saya belum berani untuk bermain di kolam yang lebih dalam. Seakan semuanya kembali, saat papah memaksa saya untuk mulai berani menceburkan badan saya di kolam ini. Saat ini Pak Nur menanam bibit lele di kolam ini, sekedar untuk konsumsi pribadi, tuturnya. Teringat dahulu saat hari minggu atau libur, betapa penuhnya kolam ini dengan anak-anak. Jangankan untuk bisa berenang, untuk berdiri saja terkadang harus saling senggol.



Juga tampak disebelahnya sebuah kolam dimana saat dulu itu merupakan tempat bermain bagi mereka yang membawa balita. Sekedar untuk membiasakan anak-anak lebih dekat dan tidak takut pada air. Dahulu tempat ini selain dipenuhi oleh anak-anak balita, juga oleh para orang tua yang kebanyakan duduk-duduk dipinggir kolam sambil memegangi anak-anaknya.



Satu hal yang tidak pernah saya lupakan pada kolam renang ini dan saya katakan pada Pak Nur adalah keberadaan kolam yang sangat panjang (untuk ukuran saya saat itu) dan diujungnya ada menara tempat mereka yang ingin loncat dari atas sana. Sambil tersenyum, beliau mengajak saya masuk lebih kedalam. "Itu menaranya masih ada nak,"kata beliau sambil menunjuk kesatu arah.Saya terbelalak, menara itu masih ada, walau tanpa papannya lagi yang tentunya sudah lapuk.
Sambil memandangi bagian kolam terdalam yang memang masih terlihat sangat dalam itu, Pak Nur tidak habisnya bercerita tentang tempat ini. Tahun 1993 adalah akhir cerita dari kolam ini. Dan sejak awal pertama saya sampai dengan tutupnya, tidak pernah saya mencicipi kolam terdalam ini, hanya memandang kagum saja mereka-mereka yang dengan berani berdiri di menara tertinggi, kemudian menceburkan badan mereka ke kolam. Terlihat oleh saya puluhan ikan nila berenang-renang dengan tenangnya di kolam itu yang sengaja disebar oleh Pak Nur.
Saat akan kembali kerumah, tampak oleh saya bangunan yang terletak disamping, dan seingat saya itu merupakan kantin, dimana dahulu para pengunjung memuaskan rasa lapar mereka disana, bahkan dahulu ada sebuah meja pingpong yang bisa digunakan oleh siapa saja. Dan sambil tersenyum Pak Nur mengiyakan kenangan saya itu.Tentunya saya tidak akan lupa tempat itu, karena disana saya dulu sering merengek pada papah untuk dibelikan jajanan yang ada disana.


Dari mulai tahun 1978 Pak Nur menempati tanah ini hingga sekarang.Untuk mengisi hari-harinya, beliau menanam berbagai macam pohon yang menghasilkan, serta memelihara ayam dan kambing yang dibiarkan berkeliaran dilahan ini. Sekedar untuk mengisi hidup, tuturnya. bapak dari 4 anak dan sudah dikaruniai 1 orang cucu ini tinggal dengan segala kesederhanaannya. Dengan berbekal gaji bulanan dari sang pemilik lahan, Pak Nur mensyukuri hidupnya, karena masih boleh menempati tanah ini yang bisa menghidupi dia dan keluarganya, tanpa perlu memikirkan biaya kontrak rumah yang tidak terbayangkan oleh pria asal Purwokerto ini. Ditemani oleh sang istri yang asli Bogor,anak bungsunya yang masih bersekolah di salah satu SMK di kota Bogor tingkat akhir serta cucunya, beliau menjalani hidupnya hari demi hari, sambil tak henti menceritakan kejayaan masa lalu tempat ini. Tanpa terasa, hampir 2 jam saya berada disana, dan saat saya pamit pulang, erat beliau menyalami tangan saya, dan saya pun berjanji, suatu hari nanti akan kembali, sambil membawa putri saya, untuk menceritakan dan menunjukkan, disinilah papahnya dahulu belajar berenang, sambil menengok keluarga yang bersahaja ini. Semoga masih ada umur untuk itu.






































































6 komentar:

  1. Wah saya jg baru tau di batu tulis ada swimming pool. Masa kecil saya jg di Bgr.. Tp sy berenang di Pemandangan atau Milakancana.. Masih ada ga yaa?

    BalasHapus
  2. kolam renang pemandangan juga sudah tidak beroperasi, tetapi milakancana masih ada, semakin bagus sekarang

    BalasHapus
  3. sama, jadi inget dulu juga neh. dulu waktu mau berenang bersama teman2 sekolah harus naek bemo dulu, hahaha.

    BalasHapus
  4. mau dong cerita2, nama saya budi 081364690490, thanks

    BalasHapus
  5. wah tempat saya berenang jaman sd dulu nih......sekolah di lawang gintung jalan tuh ke bakbis nama tenarnya dulu...

    BalasHapus
  6. wah... tempat berengang jaman SD dulu nih dulu nama tenernya bakbis....sekarang begitu ya sungguh menyedihkan... kalo ga salah itu buatan jaman belanda ya bung agus...?

    BalasHapus