Minggu, 08 November 2015

Museum Perjoangan Bogor


Kisah tentang Bogor juga tidak lepas dari masa penjajahan Belanda maupun Jepang. Rakyat Bogor pun ikut berjuang baik dalam merebut maupun mempertahankan kemerdekaan. Di gedung yang terletak di dekat terminal angkutan kota serta sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar, ditambah berada di salah satu urat nadi perekonominan Bogor, gedung ini seakan terkucil, menyendiri dengan beragam cerita yang sebenarnya sangat layak untuk diketahui
khalayak ramai lebih luas lagi. Terletak di jalan Merdeka no 56 Bogor, Museum Perjoangan Bogor ini berdiri. Seorang bapak penjaga museum, pak Mahruf, sebut saja demikian menyambut kedatangan saya dengan ramah. Sekedar beramah tamah, mengutarakan maksud tujuan saya datang, dengan lugas beliau menceritakan tentang keberadaan gedung ini. 
Dibangun pada tahun 1879, gedung berlantai dua ini awalnya milik warga Belanda bernama Wilhem Gustaf Wissner, sebagai gudang komoditas pertanian. Namun sejak sekitar tahun 1935, gedung ini menjadi tempat kegiatan pergerakan pemuda nasional sekaligus menjadi tempat kegiatan kepanduan saat itu. Dan pada masa penjajahan Jepang, gedung ini digunakan sebagai gudang penyimpanan senjata serta barang rampasan milik Belanda. Sampai akhirnya tahun 1946, gedung ini dikosongkan oleh pihak Belanda untuk mengantisipasi adanya aktivitas para pemuda. Kabar mengenai gedung ini, terakhir kali menjadi kepemilikan dari Umar Bin Usman Albawahab, yang kemudian menghibahkan gedung ini untuk dijadikan museum.
Suasana saat saya datang kesana cukup sepi, bila tidak mau dikatakan tidak ada yang datang saat itu. Pak Mahruf mengatakan bila sedang musim sekolah, kunjungan ke museum yang diprakarsai dan diresmikan oleh Mayor Ishak Djuarsah pada tanggal 10 November 1957, setelah melalui musyawarah para tokoh karesidenan Bogor yang meliputi Kota dan Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur serta Depok ini ada saja yang datang, terutama rombongan. Dan bila ada rombongan yang datang, biasanya dilakukan ritual menyanyikan lagi Indonesia Raya sebelum memasuki gedung ini.

Dihalaman depan terdapat suatu monumen yang dipersembahkan para eks siswa SMP / Tjoe Gakko Bogor yang dipersembahkan pada rekan-rekannya yang gugur di medan pertempuran. Masuk ke pintu utama terdapat pilar ditengah yang terdapat teks proklamasi sementara disebelah kiri terdapat patung setengah badan dari Kapten Muslihat dan di sebelah kanannya diletakkan  senapan mesin Jepang yang dinamakan Jukikanju, yang berhasil direbut oleh tentara rakyat saat itu. 
Di lantai satu gedung ini terdapat berbagai benda yang dipajang didalam lemari dengan penataan cukup rapi. Di lantai ini terdapat koleksi senjata berupa meriam, pistol,mortir, pelempar granat, peluru, yang kebanyakan merupakan rampasan dari tentara musuh. Tidak ketinggalan juga senjata tradisional yang digunakan oleh tentara rakyat berupa bambu runcing, granat botol maupun granat bambu. Juga terdapat potongan berita dari surat kabar selama masa perjuangan fisik antara tahun 1945-1950, beberapa uang kertas yang digunakan saat itu, serta diorama pertempuran Bojongkokosan 1945 serta pertempuran Gekbrong (Jambudipa) 1946. Sayangnya lampu tidak menyala di salah satu diorama ini. Pertempuran Bojongkokosan sendiri merupakan pertempuran didaerah Sukabumi dimana para pejuang menyerang dan menghadang konvoi tentara sekutu yang sedang melintasi dua bukit yang sedang menuju ke Bandung. Sementara pertempuran Gekbrong memperlihatkan pertempuran diperbatasan Cianjur-Sukabumi antara tentara rakyat dengan tentara sekutu. 
Menaiki tangga menuju lantai dua, kita akan disuguhkan dengan berbagai gambar dari pahlawan nasional serta beberapa foto mengenai keberadaan monumen diberbagai daerah di Bogor yang menjadi tempat pertempuran. Masih dengan tata letak yang hampir sama dengan lantai satu, di lantai ini kita bisa melihat berbagai koleksi potongan surat kabar, mesin tik, mesin stensil, telepon, maupun mesin jahit yang digunakan semasa jaman peperangan.Juga ada berbagai senjata tradisional berupa keris, golok, trisula, tombak maupun kujang. Beberapa merupakan sumbangan dari para pejuang. Terdapat juga bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 19 Agustus 1945 di gedung karesidenan Bogor, seragam polisi, pmi, serta pakaian yang dimiliki bupati Bogor saat itu RE Abdullah juga helm hoed, tas serta tongkat. Disana juga bisa dilihat beberapa koleksi dari Kapten Muslihat. Terdapat pula sebuah kursi, saat dieksekusi mati setelah ditawan di penjara paledang. Tidak ketinggalan pula diorama pertempuran Kota Paris 1945, pertempuran Maseng 1945 serta pertempuran Kapten Muslihat 1945. Pertempuran Kota Paris merupakan pertempuran didaerah Kota Paris yang sekarang sering disebut daerah Semboja atau pasar mawar yang dulunya terdapat komplek hunian orang-orang Belanda. Sementara pertempuran Maseng terjadi di daerah Caringin Bogor menuju ke Sukabumi. Dan pertempuran Kapten Muslihat, merupakan pertempuran tentara rakyat yang dikomandani oleh Kapten Muslihat yang bergerak dari arah Gunung batu menuju kantor polisi di jalan Banten (jalan Kapten Muslihat saat ini ). Pada pertempuran ini Kapten Muslihat gugur setelah tertembak dibagian perut dan gugur disekitar rel kereta api yang melintasi jalan.
Keberadaan museum ini tentulah dapat menjadi sarana bagi siapapun yang ingin lebih mengetahui, bagaimana peran Bogor saat masa revolusi fisik dahulu. Memang kesadaran dan ketertarikan masyarakat belum terlalu besar terhadap keberadaan gedung ini. Dari beberapa orang yang kebetulan melintas di depan gedung, masih banyak yang belum mengetahui, apa isi dari museum ini. Agak miris saya mendengarnya. Tapi memang saya sadari, ketertarikan terhadap museum, terhadap sejarah memang masih perlu ditingkatkan lagi. Karena mungkin tanpa mereka-mereka yang ada di museum itu, belum tentu negara ini bisa seperti sekarang ini.




























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar