Selasa, 19 Mei 2015

Makam Raden Saleh

Saya rasa bagi kita yang mencintai dunia seni lukis ataupun yang tidak, nama Raden Saleh bukan merupakan nama yang asing di telinga. Pemilik nama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman yang dilahirkan di Terboyo Semarang pada tahun 1807 ini merupakan pionir bagi seni modern di negara ini yang hasil karyanya sudah mendapat pengakuan di dunia seni lukis internasional. 

Pertama kali datang ke tempat ini, karena ajakan ayah yang mungkin saat itu belum terlalu meninggalkan bekas apapun bagi saya. Apalah arti batu nisan bagi seorang anak kecil saat itu. Tapi seiring berjalannya waktu, keberadaan makam itu mengusik hati ini. Karena rasa penasaran yang begitu besar, terutama tentang pertanyaan yang muncul dihati, kenapa tokoh sebesar beliau sampai dimakamkan di kota ini. Akhirnya saya langkahkan kaki kesana. 

Lokasi makam tokoh besar ini bisa dikatakan masih didalam kota Bogor, karena letaknya yang dekat dengan pusat kota. Bila menggunakan kendaraan dan berasal dari luar kota, sekeluarnya dari tol, hendaknya mengambil jalur yang ke kiri, terus menuju kearah batutulis yang akan tersambung dengan jalan pahlawan. Dan lokasi makam ini ada didalam gang yang cukup sempit di Jalan Pahlawan. Letaknya ada di sebelah kiri jalan bila kita dari arah Batutulis. Tidak ada tanda-tanda yang bisa dengan mudah ditemukan, tapi bila kita bertanya pada masyarakat di sepanjang jalan Pahlawan, besar kemungkinan mereka akan tahu lokasi tempat ini. Setibanya di mulut gang pun jangan berharap tersedia lapangan parkir yang memadai. Untung saja atas kebaikan seorang penjaja mie ayam yang berdagang didepan bekas apotik yang sudah tutup, saya bisa menitipkan kendaraan.

Persis di mulut gang terpasang sebuah gapura yang dijadikan hiasan saat hari kemerdekaan, saya langkahkan kaki masuk kedalamnya., dibatasi oleh tembok tinggi dikanan dan kirinya, serta sambutan selamat datang dari menara BTS yang terpampang dihadapan saya. Situasi jalan masuk ini pun menambah tanda tanya besar bagi saya, kenapa tokoh seterkenal Raden Saleh bisa dimakamkan di dalam gang sempit seperti ini. Semakin besar keinginan saya untuk mendekati tempat pemakaman itu.
Setelah sampai disana, ditengah pemukiman penduduk yang padat, disela-sela gang tempat orang dan kendaraan roda dua lalu lang, terhampar dihadapan saya, komplek pemakaman dengan arsitektur dan tata letak yang sangat indah dipandang mata. Keadaan sangat sepi, namun beruntung ada seseorang didalamnya, dan setelah memberi salam dan sekedar memberitahu padanya tentang keperluan saya ditempat ini, bapak yang ada disana sangat menyambut ramah. Sebut saja Bapak Isun, beliau penjaga tempat ini. Saya diajak berkeliling sambil menceritakan tempat yang dahulunya pernah "hilang" dan  akhirnya diketemukan pada tahun 1923 atau 43 tahun setelah Raden Saleh dimakamkan. Adalah Adung Wiriatmadja, seorang mantan wakil kepala Kejaksaan Bogor, yang akhirnya menemukan makam ini, saat ia membersihkan alang-alang di tanah milik keluarganya itu.
Yang akhirnya 7 September 1953, Presiden Soekarno memerintahkan sahabatnya, seorang arsitek yang bermukim di Bogor F Silaban yang juga membangun masjid Istiqlal untuk merenovasi tempat ini. (Jejak F Silaban suatu saat nanti akan saya cari di kota ini).
Asal mula mengapa Raden Saleh sampai dimakamkan di Bogor, karena beliau tutup usia di kota ini, di rumah tinggalnya yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal Pajak Kota Bogor yang letaknya berada disebelah pertokoan Bogor Trade Mall saat ini, tidak jauh letaknya dari tempat dimana beliau dimakamkan. Didepan dinding sebagai monumen pemugaran makam ini, terdapat dua makam, dimana makam Raden Saleh berdampingan dengan istri keduanya yaitu Raden Ayu Danurejo. Adapun istri pertama beliau adalah seorang perempuan keturunan Belanda yaitu Constancia Winkelhagen, yang saat itu beliau mendiami rumah di daerah Cikini, yang sekarang menjadi Rumah Sakit Cikini. Adapun Taman Ismail Marzuki dahulunya merupakan kebun binatang milik beliau. Besar kemungkinan setelah bercerai kemudian Raden Saleh menetap di Bogor.


Dan rasa penasaran saya terhadap hubungan antara Raden Saleh dan Bogor sedikit terkuak, karena diawal karirnya sebagai seorang pelukis, ternyata di Bogorlah Raden Saleh mendalami seni lukis untuk pertama kalinya. Berbekal kedekatan beliau dengan Prof Caspar Reinwardt yang juga pendiri Kebun Raya Bogor, Raden Saleh dititipkan untuk mempelajari seni lukis pada seorang pelukis Belgia AAJ Payen yang kemudian menjadi mentornya, sebelum akhirnya Raden Saleh pergi mengembara ke negeri Eropa hampir selama 20 tahun.

Dan dari penelusuran saya di dunia maya, saya berhasil menemukan satu kutipan dari Koran Java Bode yang terbit pada tanggal 28 April 1880, mengenai wafatnya Raden Saleh, dituliskan seperti ini :
"Pada hari Minggoe tanggal 25 April djam 6 pagi maitnja Raden Saleh diiringi oleh banyak toean-toean ambtenaar, kandjeng toean Assistant, toean Boetmy dan lain-lain toean tanah, hadji-hadji, satoe koempoelan baris bangsa Islam, baik jang ada pangkat jang tiada berpangkat dan orang Djawa, sampe anak-anak Djawa dari Landbouwschool semoea anter itoe mait ke koeboer. Penghoeloe-penghoeloe, kiai-kiai dan orang-orang alim soedah djoega ikoet anter. Itoe orang-orang Selam dan Djawa dan apa lagi itoe jang alim-alim soedah njanji sepandjang djalan dengan soeara jang sedih; "AwIIoh hoema salim, Awlloh sajidina Moehammad Rasoeloellah."

Saat ini di belakang areal makam Raden Saleh terdapat sekitar 14 makam, tempat pemakaman pemilik tanah ini, dan pak Isun ini merupakan keturunannya. Beliau menyampaikan, Bung Karno sendiri memerintahkan pada Adung Wiriatmadja untuk menjaga makam ini baik-baik. Berdasarkan pesan itu, keturunan Bapak Adung pun menruskan menjaga keberadaan makam ini, yang kemudian akhirnya dilakukan pemugaran kedua yang dibiayai oleh Galeri Nasional Indonesia pada tahun 2006, sekaligus didirikan saung budaya disana sebagai fasilitas publik.

Keberadaan makam seorang yang memiliki peran sangat besar bagi negara ini menjadi salah satu daya tarik bagi Kota Bogor. Sangat layak tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang sangat menarik. Terutama bagi para pelajar dan penikmat sejarah. Tapi hendaknya pemerintah kota pun bisa menyiapkan sarana yang layak bagi tempat ini, seandainya suatu saat nanti tempat ini bisa memancarkan pesona bagi mereka yang haus akan informasi sejarah. Tidak terbayangkan bagi saya seandainya puluhan bis dan kendaraan parkir berjajar disekitar jalan Pahlawan ini. Tentunya menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi para pengatur lalu lintas.(matabogor/agustinus dandi)













Tidak ada komentar:

Posting Komentar