Jumat, 20 November 2015

Gedung Blenong

"Pah, itu rumah siapa sih? koq bentuknya kaya kepala botak?". Mungkin itu salah satu faktor yang membuat saya ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang kota ini. Pertanyaan yang diajukan oleh putri saya saat duduk di taman kanak-kanak ini mungkin menjadi salah satu pemacu bagi saya untuk bergerak lebih banyak di kota ini. Sampai akhirnya saya bisa tiba, persis didepan gedung yang sempat menjadi tanda tanya besar bagi putri saya. Mungkin dia sendiri sudah
lupa, kalai pernah melontarkan pertanyaan itu, tapi bagi saya, pertanyaan itulah yang membuat saya bisa sampai pada titik ini. "Pah sekarang sudah punya jawaban nak atas pertanyaanmu," batin saya saat berada tepat di gedung ini.
Gedung Blenong, demikian sebutan bagi gedung yang berada di dua ruas jalan, Jalan Salak dan Jalan Jalak Harupat. Berada tepat diseberang lapangan sempur, gedung ini sangat mudah untuk ditemui. Bentuknya yang sangat mencolok, dengan bentuk kubah berbentuk setengah lingkaran, membuat gedung ini terasa sangat berbeda rancangannya dengan bangunan-bangunan lama yang masih bersisa di sepanjang jalan Jalak Harupat. Dalam bahasa sunda, blenong sendiri memiliki arti botak/gundul yang merujuk pada bentuk kubah yang menyerupai kepala gundul itu.

Saat saya berada disana, gedung yang saat ini menjadi Kantor Badan Pertanahan Nasional Bogor ini sedang dalam keadaan terkunci, maklum, hari libur saat itu. Namun saya melihat ada seorang laki-laki sedang membersihkan halaman. Sambil memperkenalkan diri, sedikit saya mengorek tentang gedung ini. Pak Kaslim, sebut saja demikian, mengakui tidak terlalu mengetahui banyak tentang sejarah dari gedung ini, walaupun hampir lebih dari 15 tahun ia bekerja disini. 1870, gedung ini mulai dibangu, tapi baru selesai dan mulai digunakan sekitar tahun 1887. Butuh 17 tahun untuk mendirikan bangunan ini. Dan awalnya digunakan untuk rumah dinas sebuah perusahaan Belanda. Beberapa kali gedung ini berpindah kepemilikan, bahkan sempat menjadi asrama tentara dan polisi pada masa pendudukan Jepang. Menurut beliau, sebelum menjadi Kantor Badan Pertanahan, gedung ini didiami oleh adik dari salah seorang pahlawan revolusi, Kapten Pierre Tendean, yaitu Meitzi Farre. 
Hmm..dari mulut Pak Kaslim yang mengaku tidak mengetahui banyak mengenai sejarah gedung ini saja, sudah begitu banyak informasi yang saya peroleh. Seandainya ada kesempatan dan diberi ijin untuk masuk kedalam, suatu saat saya akan berada disana. Terutama untuk mengungkap keinginan tahu saya tentang fungsi dari kubah itu sendiri yang bisa saya katakan agak nyeleneh bila dibandingkan dengan gedung-gedung peninggalan jaman Belanda lain yang ada di Bogor, yang pada umumnya memiliki kemiringan atap yang curam, karena mungkin faktor curah hujan yang cukup tinggi di kota ini. 
Tapi setidak-tidaknya, ada oleh-oleh yang bisa saya bawa pulang. Cerita untuk putri saya tentang Gedung Blenong ini.(agustinus dandi)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar