Senin, 27 April 2015

Goa Gudawang

Saat pertama mendapat informasi mengenai keberadaan goa di Bogor, reaksi saya pertama adalah rasa tidak percaya. Tidak pernah terdengar sekalipun di kota ini ada goa. Dan saat kesempatan itu datang untuk bisa datang kesana, saya langsung ambil kesempatan itu. Perjalanan menuju kearah leuwiliang selalu memberikan kesan tersendiri. Selain kemacetan yang hampir selalu terpapar dihadapan kita, pemandangan serta cerita seputaran daerah ini selalu saja mengikuti sepanjang perjalanan. Dan saya yakin masih banyak warga Bogor sendiri yang tidak menyadari akan hal ini. Juga keberadaan perkebunan kelapa sawit yang begitu luas semakin menambah kekaguman saya pada daerah sekitar.

Dan ternyata memang benar, tepatnya berada di Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor, berjarak kurang lebih sekitar 44 km dari kota Bogor, saya disambut oleh pintu masuk
ke arah goa yang letaknya memang terasa sangat jauh. Yang membuat saya makin takjub, ternyata ini bukan hanya satu goa, tapi merupakan komplek goa. Menurut Pak Helmi,bapak penjaga komplek goa ini, kompleks ini terdiri dari 15 goa, tapi yang sudah dikelola oleh pihak pemerintah daerah baru 3 goa saja, yaitu goa sipahang,

simenteng dan goa simasigit. Kata gudawang sendiri menurut bapak ini terdapat beberapa versi. Ada yang mengatakan berasal dari kata gugundawangan, yang berarti lubang yang banyak lorongnya. Bahkan menurut kepercayaan masyarakat sekitar, lorong-lorong itu bisa tembus ke berbagai tempat di nusantara ini. Ada juga yang yang menganggap berasal dari kata goa lawang. Sementara yang berdasarkan versi resmi yang tertulis disana, goa gudawang berasal dari kata kuda lawang yang memiliki arti buntut atau ekor kuda yang di kepang. Si bapak sendiri tidak mengetahui asal mula dari kata ini.

Saya langkahkan kaki menuju goa sipahang yang merupakan goa terpanjang diantara 3 goa ditempat ini, berjarak sekitar 300 meter dari gerbang. Sipahang sendiri diambil dari bahasa sunda yang memiliki arti bau yang sangat menyengat. Karena dulunya, sipahang ini didiami banyak sekali kawanan kelelawar yang bersarang disana, dan kotoran kelelawar yang disebut guano itu mengeluarkan bau yang sangat tajam, sehingga dulunya harus menggunakan masker untuk masuk kedalamnya. Berjarak sekitar 750 meter,  goa ini dialiri sungai bawah tanah yang berasal dari bukit rengganis dengan jarak yang cukup lebar. Pada saat musim hujan atau cuaca mendung, goa ini dilarang untuk dimasuki, karena bahaya banjir. Perjalanan yang ditempuh memang tidak terlalu sulit, tapi menggunakan celana pendek serta mengamankan barang bawaan dan senter dengan keterangan yang cukup saya sarankan untuk dibawa. Dan semua itu terbayar dengan keindahan perut bumi yang terpampang dihadapan saya. Stalakmit dan stalaktit terpampang sangat indah. Juga kawanan kelelawar yang jumlahnya jauh berkurang dibandingkan dulu, acap kali terbang diatas kepala kita. 
Ujung goa ini ditandai dengan jalur vertikal dihadapan saya yang tidak memungkin untuk dilanjutkan perjalanan bila tidak menggunakan peralatan khusus. Dan didalam goa ini, terletak agak disebelah atas yang memaksa kita untuk sedikit naik, terdapat semacam ruang besar dengan ukuran yang sangat luas. Dan menurut Pak Helmi, tempat ini sering digunakan oleh orang-orang yang ingin melakukan tapa brata.




Goa yang kedua dinamakan Goa simenteng, dulunya konon dipenuhi dengan pohon buah menteng yang sekarang sudah tidak ditemui lagi. Terletak disebelah kiri pintu masuk, goa ini memiliki panjang sekitar 250 meter yang sudah dilengkapi penerangan listrik sehingga lebih mudah bagi kita untyuk bisa menikmati keindahan stalaktit, stalakmit, serta gordam atau kolam bertingkat-tingkat yang terbentuk dari endapan kalsit pada stalakmit. Didalam goa ini juga terdapat aliran sungai bawah tanah yang bersumber sama dengan yang terdapat di goa sipahang.
Dan goa yang terakhir adalah goa simasigit, merupakan goa yang terpendek di kompleks goa ini. Memiliki panjang hanya sekitar 30 meter, goa ini dahulunya sering dijadikan tempat persinggahan, bukan hanya untuk beristirahat, tapi juga untuk melakukan sholat. Sehingga dari kata masigit yang berarti masjid atau mushola atau langgar ini, goa ini dinamakan. Konon, dahulu dalam perjalanan menuju Banten, Sultan Hasanudin pernah singgah ke tempat ini dan melakukan sholat didalam goa ini. Baik goa simenteng maupun  goa simasigit, pintu goanya sudah direnovasi menjadi seperti mulut harimau.
Lokasi kompleks goa ini sering dijadikan sebagai tempat penelitian, bahkan saat disana, saya bertemu dengan seorang peneliti dari pulau Kalimantan yang melakukan penelitian seorang diri dan masuk kedalam 15 goa yang ada. Penelitian mereka lebih terkonsentrasi pada jenis kelelawar yang ada maupun jenis batuan yang membentuk goa ini.
Yang sangat disayangkan, disekitar areal ini terdapat beberapa penambangan yang menggunakan alat berat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi kompleks goa ini. Dan apabila tidak dikendalikan, saya khawatir akan merusak goa yang sudah terbentuk sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lampau ini. 
Tempat ini sangat layak untuk dikunjungi. Bagi kalian yang awam akan pengalaman menyusuri goa, tempat ini sangat mudah untuk disusuri, karena medannya yang tidak terlampau sulit. Hanya mau berkorban basah dan bermain lumpur, kita akan disuguhi pemandangan perut bumi yang sangat menakjubkan.







2 komentar:

  1. Nice pic kang Dandi ... Ini pakai tour guide atau explore sendiri?

    BalasHapus
  2. explore sendiri..tapi nanti akan ada photo tour..kerjasama antara hotel padjajaran suite dan moksa activation..saya ada disana juga..

    BalasHapus