Rabu, 29 April 2015

Telaga Warna

Daerah puncak memang mempunyai magnet tersendiri bagi para penggila jalan-jalan. Berbagai tempat yang memanjakan keinginan mereka untuk berekreasi ada di daerah ini. Tempat yang satu ini juga berada di salah satu area di daerah puncak. Namun tidak seperti tempat-tempat
wisata lain yang pada umumnya memasang papan nama dengan sangat mencolok, tempat ini seakan tetap diam membisu dalam dinginnya kabut yang senantiasa menutupi daerah ini. Hampir tidak ada papan penunjuk keberadaan lokasi yang sudah dikenal sebagai salah satu destinasi untuk berekreasi sejak jaman Belanda dulu. Ini dibuktikan dengan adanya beberapa gambar yang masih tersimpan menjadi milik Tropenmuseum maupun KITLV. Setelah masuk menuju kesana kita baru akan menemui papan nama yang itupun berada dibalik atap para penjaja makanan dipinggir jalan. 

Terletak di Desa Tugu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, telaga ini bersembunyi dibalik ramainya pedagang yang terletak disepanjang jalan raya puncak. Berada sekitar 250 meter dari Masjid Attawun, dan bila dari arah Bogor berada di sebelah kiri jalan. Kawasan ini berada di dekat perkebunan teh PTP VII Gunung Mas, kita dimanjakan dalam perjalanan menuju ke gerbang masuk, hamparan pohon teh yang begitu indah. Sebelumnya, kawasan ini merupakan bagian dari kawasan cagar alam hutan Gunung Mega Mendung dan hutan Gunung Hambalang, sampai akhirnya pada tahun 1972 ditetapkan sebagai kawasan taman wisata.
Penamaan Telaga warna sendiri berdasarkan terjadinya fenomena perubahan warna pada air di telaga yang disebabkan akibat fenomena alam. Pantulan dari berbagai pohon yang tumbuh mengelilingi telaga ini diyakini menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan warna tersebut.

Seperti halnya tempat-tempat lain yang sudah ada sejak jaman dahulu, tempat ini pun tidak lepas dari mitos masyarakat setempat yang beredar. Menurut mitos yang juga ditulis dipapan yang terletak didekat pintu gerbang kawasan ini, telaga ini dulunya merupakan suatu kerajaan yang bernama Kerajaan Kutatanggeuhan atau Kerajaan Kemuning Kewangi dengan raja Prabu Sawarna Jaya.
Juga ada kepercayaan dari masyarakat sekitar bahwa di telaga ini, selain ikan-ikan yang pada umumnya ada, disini juga berdiam dua ekor ikan, yaitu Si Layung yang berwarna merah dan si Tuhul yang berwarna hitam. Kedua ikan legenda ini dipercaya mempunyai ukuran yang sangat besar, dan jarang sekali menampakkan diri.
Terlepas dari semua mitos yang ada, tempat ini sangat layak untuk dikunjungi, untuk sekedar melepas penat akan rutinitas setiap hari. Suasana tenang dan diselimuti hawa yang sangat sejuk, memanjakan badan kita untuk sekedar duduk berdiam disana. Pantulan tumbuhan serta bukit yang berada di belakang telaga menjadi sajian yang sangat indah bagi mata kita. Dan bila kita berkenan, disana juga disediakan rakit bagi yang ingin mengelilingi telaga ini atau menikmati pesonanya dari tengah telaga. Pada jam-jam tertentu, kawanan monyet akan datang, turun dari hutan di belakang telaga. Cukup banyak mereka bergerombol datang, dan sejauh yang saya lihat, sepertinya mereka mencari sesuatu untuk bisa mereka makan.
Jauhkan keinginan kita untuk bisa berenang ditempat ini. Ada beberapa fasilitas baru yang disediakan di kawasan ini yang bisa kita gunakan. Lokasi ini memang tidak memanjakan kita dengan segala fasilitas seperti lokasi wisata yang lain. Namun dalam kesunyian, kedamaian dan diselimuti hawa dingin, mata dan hati kita akan dibawa ketempat yang begitu berbeda, yang jauh dari segala macam hiruk pikuk yang ada.






 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar