Minggu, 03 Mei 2015

Situs Pasir Angin

Ditempat yang sangat sederhana ini, tersimpan cerita yang benar-benar luar biasa. Tempat ini mungkin menjadi tempat yang memiliki sejarah kisah yang begitu panjang. Banyak tempat di Bogor yang berhubungan dengan masa pra sejarah, juga memiliki kisah di masa kerajaan, juga tidak sedikit tempat yang menyimpan kisah heroik dalam masa perjuangan kemerdekaan. Namun, ditempat ini, kita akan mendapatkan cerita, mulai dari masa pra sejarah, masa kerajaan, sekaligus menjadi saksi pada masa kemerdekaan. Tempat yang sangat luar biasa
bagi saya, bila membandingkan dengan penampilannya yang begitu sederhana, tempat ini seharusnya bisa menampilkan sosoknya yang begitu besar, karena perannya dalam periode yang begitu panjang.
Menuju kesana, bila dari arah Bogor, sebelum mencapai jembatan Sungai Cianten, kita akan berbelok ke kiri, masuk kejalan yang agak sempit. Bila menggunakan kendaraan disarankan ungtuk parkir dipinggir jalan atau masuk kedalam, kemudian minta ijin pada warga sekitar untuk memarkirkan kendaraan dihalaman rumah warga sekitar tempat itu.
Terletak di Desa Cemplang Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, berada di atas sebuah bukit yang tidak jauh letaknya dari jembatan Sungai Cianten, Situs Pasir Angin ini berdiri kokoh. Dengan deretan anak tangga yang lumayan banyak, menyambut kita untuk masuk ke dalam sana, dengan pepohonan yang sangat rimbun memayungi tempat ini. Ditengah-tengah halaman yang cukup luas dengan pepohonan tertata cukup rapi, berdiri rumah panggung yang menjadi pusat dari lokasi ini.
Eskavasi pertama kali dilakukan pada tahun 1970,dibawah pimpinan R. R Soejono, tim dari pusat penelitian arkeologi nasional hingga berakhir tahun 1975 ini berhasil menemukan artefak-artefak yang terbuat baik dari batu, besi, tanah liat, perunggu maupun kaca. Temuan yang berhasil dilakukan adalah kapak perunggu berbentuk burung sriti, candrasa, tongkat perunggu, bandul kalung perunggu, manik manik batu dan kaca, ujung tombak maupun kapak besi, gerabah serta alat-alat obsidian. Di lokasi sebelah kanan rumah panggung terdapat batu yang cukup besar ukurannya,setinggi 1,2 meter menghadap ke timur dan diyakini sebagai pusat dari tempat itu pada masa dahulu kala sebagai tempat penyembahan arwah nenek moyang. Batu itu sendiri memiliki beberapa bidang datar dibeberapa sisinya. Dan uniknya, hampir semua barang yang ditemukan, membujur ke arah timur dari batu itu. Hal ini menunjukkan bahwa benda-benda yang ditemukan itu dipusatkan pada batu besar yang merupakan suatu ciri dari kepercayaan megalit. Mungkin bagi kita masyarakat awan, keberadaan batu ini tidaklah terlalu istimewa, namun bagi para ahli, keberadaan batu yang memiliki bidang datar dan berada di daerah ketinggian, serta terletak tidak jauh dari aliran sungai mempunyai nilai yang menarik perhatian mereka. Dan lokasi ini membuktikan dengan adanya temuan-temuan tadi.

Setelah ditemukannya banyak peninggalan di tempat ini, akhirnya pada tahun 1976 museum ini resmi didirikan.  Benda temuan tempat ini banyak yang dibawa ke kantor Puslit arkenas di Pejaten. Sementara di tempat ini banyak diletakkan temuan dari tempat lain antara lain arca-arca yang banyak ditemukan di Gunung Cibodas Ciampea yang sudah banyak yang tidak utuh lagi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap umur dari benda-benda yang ditemukan, menurut Australian National University di Canberra, situs ini telah digunakan berkisar antara 1000 tahun sebelum masehi hingga 1000 tahun masehi. Masa yang begitu panjang bagi saja untuk keberadaan suatu tempat yang selama masa itu tetap digunakan sebagai tempat diadakannya suatu ritual.
Bahkan satu informasi lagi yang berhasil saya dapatkan, dan masih sedikit sekali pihak yang mengetahui kisah ini. Ternyata dahulu Belanda pun menggunakan lokasi ini sebagai benteng pertahanan. Ini bisa dibuktikan dengan peninggalan bunker yang masih ada di bagian belakang sebelah kanan dari ruang museum. Terdapat dua buah bangunan yang dulunya merupakan benteng pertahanan Belanda saat menghalau invasi Jepang masuk menuju Bogor. Tentara Jepanag yang masuk menuju Bogor saat itu menyeberangi Sungai Cianten, dan tanpa sadar mereka ditembaki dari atas bukit ini oleh tentara Belanda yang keberadaannya tidak diketahui
oleh tentara Jepang. Bahkan tentara Jepang menamakan Sungai Cianten sendiri sebagai sungai kematian, karena begitu banyaknya tentara mereka yang gugur disana. Beberapa waktu yang lalu, beberapa peneliti dari Jepang dan Belanda datang ke lokasi ini. Mereka mencari informasi mengenai lokasi dimana gugurnya tentara Jepang saat akan masuk kota Bogor. Sampai akhirnya mereka mendapat informasi mengenai keberadaan bunker ini. Dan piuhak Jepang membuat semacam prasasi di tepi Sungai Cianten untuk mengenang pertempuran itu.
Dilokasi yang juga mempunya arti bukit yang berangin inilah tersimpan cerita yang sangat menarik untuk bisa didengar oleh khalayak ramai. Sudah sepatutnya Situs Pasir Angin ini mendapat perhatian lebih dari instansi yang terkait, sehingga tempat ini dapat dijadikan gudang ilmu bagi mereka yang memerlukannya.




















1 komentar:

  1. Catatan yang sangat menarik. Terima kasih. Diella

    BalasHapus