Minggu, 31 Mei 2015

Prasasti Batutulis Ciaruteun

Dari areal Prasasti Kebon Kopi I, saya ditemani Pak Gandi berjalan kaki menuju prasasti berikutnya yang menurut beliau berjarak dekat. Kami menyebrangi jalan dan kemudian masuk kedalam gang, tanpa ada petunjuk arah tempat lokasi. Mungkin bila datang ke lokasi ini, tanpa bertanya, kita akan cukup kesulitan. Perjalanan agak menurun, mungkin kira-kira sejauh 300 meter, sampai akhirnya dapat kita lihat suatu bangunan cungkup dikelilingi halaman rumput yang
tertata rapi dan cukup luas, dikelilingi oleh pagar. Disanalah diletakkan prasasti berupa batu besar yang posisinya sudah dipindahkan dari tempat asal batu itu berada.

Sekitar tahun 1863 berdasarkan laporan dari pimpinan Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional), batu bertuliskan dalam aksara pallawa ini ditemukan berada dipinggiran aliran Sungai Ciaruteun, tidak jauh dari Sungai Cisadane. Batu ini sempat bergeser sejauh 100 meter kearah hilir saat terjadi banjir besar di tahun 1893. Dan tahun 1903, posisi batu dikembalikan pada titik dimana batu diketemukan. Mengingat dikhawatirkan terjadi hal yang tidak diinginkan, karena rawannya posisi batu di lokasi aslinya, pada tahun 198, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala mengangkat dan memindahkan posisi batu ke lokasi dimana saat ini saya berada.
Konon prasasti ini disusun dalam bentuk seloka bahasa sansekerta yang terdiri dari empat baris. Sementara pada bagian atas tulisan, terdapat sepasang telapak kaki, laba-laba, gambar semacam umbi serta sulur-suluran. Adapun isi dari tulisan pada batu bertuliskan ,
"vikkrantasyavanipat eh
srimatah purnnavarmmanah 
tarumanagarendrasya 
visnoriva padadvayam"
yang mempunyai arti, “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawarmman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Cap telapak kaki sendiri melambangkan kekuasaan raja terhadap daerah dimana prasasti ini diketemukan. Seperti menegaskan bahwa kedudukan Raja Purnawarman diibaratkan Dewa Wisnu yang dianggap selain sebagai penguasa juga sebagai pelindung bagi rakyat sekitar.

Tapi ada satu hal diluar itu semua yang cukup mencolok mata dan membuat miris,di posisi agak tengah dari batu, nampak jelas pahatan yang dibuat oleh pihak yang sangat tidak bertanggung jawab. Dituliskan sepertinya inisial seseorang lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun vandalisme itu dilakukan. Mungkin pada tahun itu belum ada semacam cat semprot seperti yang biasa digunakan pada zaman ini, orang itu benar-benar tak mau kalah dari sang pemilik prasasti ini, dia memahat langsung pada batu, sehingga tampak terlihat jelas. Miris memang.

Tidak puas dengan apa yang ada dihadapan saya, saya pun meminta Pak Gandi untuk mengantar ke tempat dimana prasasti ini berasal. Tanah merah menurun menuju ke aliran sungai membuat saya cukup bersyukur menggunakan sepatu saat itu. Pemandangan asri dipinggir sungai segera terpampang dihadapan. Aliran sungai menambah rasa takjub saya pada lokasi ini. Diarea yang dibatasi oleh tiga sungai, yaitu Sungai Cisadane, Sungai Ciaruteun serta Sungai Cianten ini merupakan lokasi yang sangat ideal dalam pengembangan wilayah. Terlebih mungkin pada zaman itu lebar dan dalamnya sungai kemungkinan besar lebih dari apa yang ada sekarang, membuat transportasi sungai menjadi salah satu urat nadi di daerah ini. Tempat yang sangat ideal untuk berkembangnya salah satu kerajaan tertua di negara ini. Masih menyisakan sebuah tugu sebagai tanda bahwa dahulu disana pernah ada sebuah prasasti. Namun sayang, tugu tersebut tertutup oleh sampah yang ikut hanyut oleh aliran sungai.

Salah satu kebesaran peninggalan masa lalu di Bogor kembali sudah saya injakkan. Dan semakin saya menyadari kebesaran tempat ini. Terlebih saat saya melihat perkampungan diarea sekitar sini, dalam hati saya hanya bisa berkata, betapa beruntungnya mereka bisa tinggal bersama keluarga yang mereka cintai, sekaligus berkarya di tempat ini. Tempat yang mereka injak mungkin saja dahulunya riuh akan kebesaran masa lalu. Kebesaran yang sarat akan ajaran, sarat akan kisah yang begitu saja hilang,seperti menunggu, kapan itu semua akan bisa terungkap.








Prasasti Ciaruteun diketahui berdasarkan laporan pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tahun 1863 M, ditemukan terletak Sungai Ciaruteun, kira-kira 100 meter ke arah hilir muara Cisadane. Menurut informasi ketika terjadi banjir pada tahun 1894 M, prasasti tersebut bergeser sehingga tulisannya terbalik menghadap ke dasar sungai, kemudian pada tahun 1903 M letaknya diperbaiki. Pada tahun 1987 dipindahkan dari tengah Sungai Ciaruteun ke daratan (di atas Sungai) ± 150 meter sebelah utara.  Semula batu prasasti berada di sungai Ciareteun termasuk daerah Kecamatan Ciampea. Tetapi sejak batu itu diangkat dan dicungkup di kampung Muara yang terletak di seberangnya (1981), termasuk di dalam Kecamatan Cibungbulang. Karena ditemukan pada alur Sungai Ciaruteun, prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Ciaruteun.
Kemudian Prasasti ini telah dialih aksara dan diterjemahkan oleh J.Ph. Vogel (1925) The Earliest Sanskrit Inscription of Java, R.M. Ng. Poerbacaraka (1952). Prasasti Ciaruteun ditulis dengan huruf Palawa dalam Bahasa Sangsakerta sebanyak 4 baris masing-masing 8 suku kata Bunyi bacaannya - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf

Prasasti Ciaruteun diketahui berdasarkan laporan pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tahun 1863 M, ditemukan terletak Sungai Ciaruteun, kira-kira 100 meter ke arah hilir muara Cisadane. Menurut informasi ketika terjadi banjir pada tahun 1894 M, prasasti tersebut bergeser sehingga tulisannya terbalik menghadap ke dasar sungai, kemudian pada tahun 1903 M letaknya diperbaiki. Pada tahun 1987 dipindahkan dari tengah Sungai Ciaruteun ke daratan (di atas Sungai) ± 150 meter sebelah utara.  Semula batu prasasti berada di sungai Ciareteun termasuk daerah Kecamatan Ciampea. Tetapi sejak batu itu diangkat dan dicungkup di kampung Muara yang terletak di seberangnya (1981), termasuk di dalam Kecamatan Cibungbulang. Karena ditemukan pada alur Sungai Ciaruteun, prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Ciaruteun.
Kemudian Prasasti ini telah dialih aksara dan diterjemahkan oleh J.Ph. Vogel (1925) The Earliest Sanskrit Inscription of Java, R.M. Ng. Poerbacaraka (1952). Prasasti Ciaruteun ditulis dengan huruf Palawa dalam Bahasa Sangsakerta sebanyak 4 baris masing-masing 8 suku kata Bunyi bacaannya - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1045&lang=id#sthash.N0STq2eJ.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar